Gangguan stres pasca trauma (PTSD) adalah gangguan kecemasan yang sudah parah sehingga dapat berkembang setelah mengalami peristiwa yang menghasilkan trauma psikologis. Gangguan ini dapat memicu ancaman kematian baik diri sendiri maupun orang lain, merusak potensi integritas fisik, seksual atau psikologis individu. PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas autonomik, ketidakrentanan emosional dan kilas balik dari pengalaman yang sangat pedih, stres fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa. National Institute of Mental Health mendifinisikan PTSD sebagai gangguan kecemasan yang timbul setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa dan fisiknya.
Gejala
- pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat akan peristiwa yang telah dialami, flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebih.
- penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan atau percakapan yang berhubungan dengan trauma, kehilangan minat terhadap semua hal, dan perasaan terasing.
- sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur, mudah marah, susah berkonsentrasi, kewaspadaan yang berlebih, respon yang berlebihan atas segala sesuatu.
Cara Mengatasi
Farmakoterapi
Pengobatan farmakoterapi merupakan terapi obat yang digunakan sebagai lanjutan pengobatan penderita yang sudah dikenal. Obat yang biasa digunakan antara lain benzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok beta seperti propranolol, klonidin, dan karbamazepin.
Psikoterapi
Anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa ketrampilan untuk penanganan PTSD yaitu :
- relaxationtraining, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis dan merelaksasikan kelompok otot-otot utama.
- breathing retraining, yaitu belajar bernafa dengan perut secara perlahan-lahan, santai dan menghindari nafas yang tergesa-gesa yang menimbulkan perasaan tidak nyaman serta reaksi fisik yang tidak baik.
- positive thinking dan self talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal-hal pemicu stres.
- asser-tiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini, dan emosi tanpa menyalahkan dan menyakiti orang lain.
- thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika sedang memikirakan hal-hal pemicu stres.
Cognitive therapy, terapis akan membantu merubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi dab kegiatan penderita. Tujuan kognitie terapi adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional dan kemudian mengadopasi pikiran yang lebih realistis untuk mencapai emosi yang seimbang.
Exposure therapy, terapis akan membantu menghadapi situasi yang khusus, orang lain, objek, memori atau emosi yang mengingatkan penderita pada trauma. Terapi yang dapat dilakukan diantaranya :
- exposure in the imagine, yaitu bertanya pada penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan untuk menceritakannya.
- exposure in the reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat.
Ketakutan bertambah kuat jika penderita berusaha mengingat situasi tersebut dibanding berusaha melupakannya. Pengulangan situasi disertai penyadaran yang terulang akan membantu menyadari situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan dapat diatasi.
Jika anda atau orang terdekat mengalami stres pasca trauma diatas, segeralah berkonsultasi dengan psikolog atau terapis untuk mendapatkan solusi dengan tepat. Anda bisa membuat janji dengan terapis di www.hipnoterapi.id jika terkendala jarak dan waktu, anda juga bisa mengikuti sesi terapi secara online jarak jauh, untuk informasi lebih lanjut anda dapat menghubungi WhatsApp berikut https://wa.me/message/4MZ2JVSFY74JH1
sumber :
wikipedia
Yurika Fauzia dan Weny Lestari, Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korbab Pelecehan Seksual dan Perkosaan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan, Surabaya
Komentar